Membaca Al-Qur’an Dengan Sistim Hizib
Hendaklah melazimkan diri membaca AI-Qur’an dan menentukan waktu-waktunya, terutama sekali di waktu-waktu yang diberkati. Hizib (bahagian) yang diberkati itu ialah yang sudah biasa orang orang membacanya di kebanyakan negeri, yang diadakan di masjid-masjid di waktu antara Maghrib dan Isya’, dan sesudah sembahyang Subuh. Cara seperti ini biasadisebut dengan nama Hizib Seminggu; iaitu bermula dari malam Jum’at dan berakhir pada hari Khamis.
Diriwayat dari Saiyidina Usman bin Affan r.a. bahwasanya beliau memulai hizib membaca AI-Qur’an pada malam Jum’at dan mengakhirinya pada malam Khamis. Hizib ini sesuai dengan cara yang tersebut di atas dari segi mula dan penutup. Adapun pembahagian pembacaan seluruh AI-Quran tersebut ada tujuh bagian, atau sepertinya, sesuai dengan cara yang diambil dari Saiyidina Usman, atau dari para salaf ussalehin.
Berkata Abu Abdullah bin Abbad, ahli Fiqh yang mensyarahi kitab Al-Hikam, ketika membicarakan tentang Hizib Seminggu, mengenai bacaan Al-Qur’an di dalam Risalah-risalahnya, beliau berkata: Cara tersebut adalah dianggap bid’ah hasanah (baik), dan sewajamya dipegang kuat pada masa sekarang di mana syiar-syiar agama semakin hilang semakin lemah. Demikianlah komen beliau tentang perkara ini, dan memang Benar apa yang diucapkannya itu.
Bagi orang yang melazimkan hizib yang penuh berkat ini, tidak melalaikan dua adab yang terpenting, yang kebanyakan orang pada masa ini telah melalaikannya yaitu:
Pertama: Tidak hanya menumpukan minat pada membaca hizib itu saja dan Al-Quran. Dalam banyak hal, ramai orang yang mengikuti hizib tersebut, maka menjadilah bagian yang harus dibacanya itu sedikit sekali.
Kedua: Hendaklah ia tidak bersifat lalai, seperti setengah orang yang turut hadir, yaitu sebagian dari mereka sampai mengantuk di waktu orang lain membaca sehingga ia tidak mengikuti muqra’ (tiap-tiap bacaan) yang dibaca oleh mereka sehingga tiba gilirannya, lalu ia dikejutkan untuk membaca. Sebagian dari mereka pula/ sibuk bermain dan bergurau dengan teman yang duduk di sebelahnya dengan perkara-perkara yang tidak ada hubungannya dengan bacaan Al-Qur’an, sehingga tiba gilirannya membaca. Ini semua di antara perkara-perkara yang tidak boleh dilakukan di dalam hizib , hukumnya makruh, apa lagi bila dilaksanakan di masjid-masjid, sebab membuat sesuatu selain dari berzikir dan membaca kitab Al-Qur’an adalah sangat dicegah dan dibenci.
Ada sebuah riwayat menyebut bahwa ngobrol di masjid itu menghapus kebajikan, sebagaimana api menjilat kayu.
Saya mengingatkan terhadap dua adab ini, kerena saya dapati kebanyakan orang yang mengambil bagian dalam hizib itu lupa dan lalai tentang kedua adab itu. Orang yang mengantuk, atau yang melayang fikirannya ketika mendengar orang lain membaca AI-Qur’an adalah hal yang berat dan berbahaya, kerana dia boleh dianggap sebagai seorang yang membelakangi Kitab Allah Ta’ala, atau yang tidak mengindahkan firmanNya. Oleh itu hendaklah kalian berhati-hati dalam perkara ini, jika kamu memang tergolong orang-orang bertaqwa kepada Allah Ta’ala dan orang-orang yang menghormati segala kehormatannya.