بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين و الصلاة و السلام على سيدنا محمد و آله و صحبه و التابعين
Suara hatiku untuk sahabat-sahabatku
Sahabatku yang aku cintai..!
Allah berfirman di dalam kitab suci Al Qur’an:
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٠٤
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.
Habib Abdullah Al Haddad membahas tentang firman Allah SWT tersebut, menjelaskan bahwa umat Islam adalah merupakan kelompok yang besar dan mempunyai tugas untuk mengajak kepada kebaikan. Perintah untuk mengajak kepada kebaikan atau mengajak kepada Allah itu disebut dengan “Adda’wah ilallah” yaitu mengajak kepada Allah SWT.
Da’wah ilallah adalah sebuah amanat yang diperintahkan bukan hanya kepada para ulama tapi juga bagi setiap individu mukmin, sebagai seorang muslim yang telah bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah. Sejak seseorang mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut, baik laki-laki maupun perempuan, besar atau kecil, tua maupun muda, memiliki pengetahuan atau tidak, maka pada dasarnya orang tersebut telah memikul tanggung jawab untuk berda’wah dan mengajak manusia kepada Allah.
Dua kalimat syahadat tersebut seyogyanya tidak hanya diucapkan secara lesan, namun benar-benar dihayati, dipahami maknanya dan disadari konsekuensinya. Jika hanya sebatas di bibir saja, niscaya kalimat suci tersebut tidak akan memberikan pengaruh apapun bagi seorang hamba. Pada saat seseorang menyatakan kalimat suci ini sesungguhnya dia sedang berikrar dan haruslah menyadari bahwa dirinya memiliki konsekuensi untuk menjalankan tugas dan ikrarnya dengan benar.
Kalimat asyhadu alla ilaaha illallah mengandung arti yang sangat dalam. Kalimat “asyhadu” berarti “Saya bersaksi”. Kalimat ini bermakna ikrar dan pernyataan janji setia seorang hamba kepada Allah. Sebagai contoh tentang kesaksian ini biasa dijumpai di pengadilan. Seseorang yang diminta menjadi saksi di pengadilan biasanya akan mengatakan “Saya bersaksi”. Terdapat beberapa syarat ketika seseorang ditunjuk sebagai saksi. Pertama, mengetahui. Orang tersebut harus mengetahui kejadian yang berlangsung. Kedua, orang tersebut harus meyakini terjadinya peristiwa tersebut disertai dengan bukti. Ketiga, orang terserbut harus mempunyai kepercayaan atau keyakinan bahwa kesaksiannya benar.
Kalimat asyhadu dalam bahasa Arab disebutkan sebagai berikut:
أعلم و أتيقن و أعتقد بقلبي و أعلم غيري
Artinya: “Saya mengetahui, saya meyakini dengan bukti, saya menganut suatu kepercayaan dalam hati saya yang tidak dapat tergoyahkan, dan saya menyatakannya kepada orang lain”.
Hal ini berarti, ketika seseorang mengucapkan “Saya bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”, sebenarnya orang tersebut sedang mengatakan bahwa “Saya mengetahui bahwa sesungguhnya di alam semesta ini tidak ada Tuhan kecuali Allah. Saya berkeyakinan dengan bukti serta bisa membuktikannya. Saya memiliki kepercayaan dalam hati saya yang tidak bisa digoyahkan, sebab saya betul-betul mengetahui dan saya bisa membuktikannya, dan saya sekarang berikrar untuk menyampaikan keyakinan yang saya anut atas pengetahuan dan bukti ini kepada orang lain, yaitu tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah”.
Demikian juga kesaksian seorang hamba akan Rasulullah saw. Makna kalimat “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” yaitu, “Saya mengetahui dan saya meyakini serta saya akan menyampaikan kepada semua orang bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.
Kalimat syahadat tersebut merupakan janji setia hamba kepada Allah. Dan inilah tanggung jawab mengajak manusia kepada Allah yang dinyatakan saat mengucapkan “Asyhadu allaa ilaaha illallah”. Tidak hanya sekedar kesaksian, tapi sekaligus berikrar dan berjanji untuk menyampaikan kepada orang lain, dan inilah da’wah ke jalan Allah. Oleh karenanya setiap individu muslim yang telah bersaksi tiada Tuhan selain Allah maka dia telah mengemban suatu amanat, dia berikrar dan berjanji di hadapan Allah untuk berdakwah mengajak manusia kepada Allah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al Haddad bahwasanya da’wah ke jalan Allah, mengajak manusia ke jalan Allah adalah tugas setiap orang Islam dan orang-orang yang beriman kepada Allah SWT, bukan sekedar tugas para ‘ulama.
Hal penting yang harus diingat adalah bahwa setiap muslim diperintahkan oleh Allah untuk berda’wah mengajak kepada Allah. Hal ini berarti da’wah yang dilakukan bukan bertujuan untuk mengajak kepada organisasinya, partai politiknya, majelis ta’limnya, kelompoknya, bukan pula mengajak kepada madzhabnya dan pola pikir yang sempit lainnya, tapi semata-mata hanya kepada Allah yang Maha Luas.
Seseorang yang sudah memiliki pola pikir dan pemahaman seperti itu akan bisa leluasa untuk masuk ke berbagai kalangan. Hal ini disebabkan dalam hati dan pikirannya hanya satu yaitu mengajak orang kepada Allah. Jika sudah demikian, maka sesungguhnya orang tersebut sedang meniti jalannya Rasulullah SAW. Apa jalannya Nabi Muhammad SAW? Jalan beliau adalah mengajak orang kepada Allah dengan ilmu. “Ini jalanku dan jalan semua orang yang mau mengikuti jalanku”.
Untuk mengajak orang lain kepada Allah SWT, tidak selamanya diperlukan ilmu yang luas. Rasulullah SAW menggunakan seluruh waktu dalam hidupnya hanya untuk mengajak orang kepada Allah SWT baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Untuk itulah Rasulullah diutus dan itulah tugas yang diberikan Allah kepada Rasul SAW.
Alhabib Abdullah bin Alwi Al haddad mengatakan: Orang yang paling dekat, paling diperhatikan dan paling disayang baik di dunia maupun di akhirat oleh Rasulullah SAW adalah orang yang paling besar perhatiannya dalam hal da’wah di jalan Allah SWT, yang paling sibuk di dalam hal da’wah kepada Allah dan yang paling masuk tenggelam ke dalam lautan da’wah ilallah.
Dikisahkan, ada satu ‘ulama besar, seorang wali besar bernama Habib Muhammad bin Ja’far bin Muhammad Alathos yang tinggal di Khoir Bawazir. Beliau dikaruniai anugrah yang besar oleh Allah serta sangat tawadhu. Beliau berkata: “Saya diberi kedudukan oleh Allah tidak lebih kecil dari kedudukannya Habib Umar bin Abdurrahman Alathos kakek saya”.
Beliau sering berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW dalam keadaan yakhodzoh, dalam keadaan sadar. Suatu saat beliau berjumpa dengan Rasulullah SAW dalam keadaan sadar dan berkata, “Ya Rasulullah, saya ingin diberikan al fath, al mutlak, al kabir. Saya ingin dibukakan hati saya seperti aulia-aulia besar, pembukaan yang mutak yang sama besar. Bagaimana caranya Ya Rasulullah?”. Nabi menjawab, “Jika harapanmu ingin terwujud, pergilah ke Syibam dan temui cucuku, Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith. Harapanmu akan terwujud di situ”. Maka pergilah Habib Muhammad bin Ja’far Alathos. Sesampai di sana, beliau disambut oleh Habib Ahmad bin Umar bin Sumaith, “Selamat datang wahai orang yang diutus oleh Rasul SAW kepada saya. Agar hatimu dibuka oleh Allah dengan pembukaan yang luas dan terbesar, berda’wahlah. Da’wah ilallah, ajak manusia ke jalan Allah dan jadikan kesibukanmu hanya untuk itu”. Begitu mendengar jawaban tersebut, Habib Muhammad bin Jafar Alathos bergegas pergi ke jalanan untuk mencari setiap orang Badui yang lewat dan mengajaknya kepada Allah SWT. Beliau hanya sebentar melakukannya namun Allah telah bukakan hatinya.
Orang yang paling dekat dengan Rasul SAW adalah orang yang paling besar perhatiannya di jalan Allah SWT, adalah orang yang mencurahkan segala perhatiannya untuk da’wah ilallah, maka itu curahkan semua perhatian kita kepada da’wah ke jalan Allah SWT.
Banyak cara untuk mengajak ke jalan Allah SWT, walaupun tidak memiliki ilmu yang luas, namun da’wah ilallah ini tetap bisa dilakukan. Semuanya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Misalnya dengan mengajar, mengajak dengan ucapan, atau melalui media teknologi seperti melalui sms, atau broadcast jadwal majelis ta’lim atau hal-hal baik lainnya dalam agama.
Syech Romadhon Al Buthi berkata: tugasmu hanyalah mengajak dan menyampaikan. Kemudian hidayat ditangan Allah.
Sungguh kamu tidak berkemampuan memberikan hidayah kepada manusia karena itu Allah tidak menuntutmu memberikan hidayah. Tapi kamu berkemampuan untuk mengajak, menyampaikan dan mencurahkan segenap perhatianmu untuk berda’wah ke jalan Allah karena itu Allah memerintahkanmu untuk berda’wah.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengajak kepada kebaikan maka ia akan dikasih pahala oleh Allah SWT seperti pahala kebaikan orang yang diajak kebaikan kepadanya tanpa mengurangi pahalanya orang itu”.
Habib Abdullah AlHaddad berkata: “Hendaknya terdapat di tengah kalian, kelompok besar yang mengajak kepada kebaikan”.
‘Ulama menyebutkan bahwa da’wah itu hukumnya fardu kifayah, artinya jika tidak ada sama sekali yang melakukan maka akan mendapat dosa.
Selain itu, Imam Abdullah Alhaddad menjelaskan tentang amar maruf nahi munkar. Al ma’ruf adalah segala kebaikan yang dianjurkan oleh Allah untuk dilakukan baik itu wajib atau sunah. Tiap muslim dianjurkan untuk mengajak manusia kepada hal ini. Munkar adalah segala hal yang dilarang oleh Allah baik larangan haram atau makruh. Seorang muslim diperintahkan untuk memperingatkan manusia agar tidak terjerumus dalam urusan ini.
Ini termasuk tugas dan kewajiban seorang muslim. Hal penting yang perlu diingat adalah bahwa tugas seorang muslim adalah mengajak, bukan memaksa dan juga bukan memberikan hidayah kepada orang. Pemilik hidayah adalah Allah SWT.
Allah berkata kepada Nabi Muhammad
انك لا تهدي من احببت و لكن الله يهدي من يشاء
“Engkau tidak bisa memberi hidayah kepada orang yang engkau cintai. Allah yang memberi hidayah kepada yang Ia kehendaki”.
Berapa banyak orang yang dicintai oleh Rasul SAW terlepas dari tangannya, karena hidayah bukan di tangan Nabi SAW , tapi di tangan Allah SWT. Selama masih ada jalan untuk menyampaikan kebaikan, maka sampaikanlah. Selama masih ada kesempatan untuk melarang dalam keburukan, maka laranglah. Allah tidak akan bertanya tentang hidayah, namun Allah akan bertanya tentang mengajak atau tidaknya seorang muslim kepada Allah SWT. Semoga kita dijadikan umat yang memegang janji setianya kepada Allah SWT.
Ttd
Sahabatmu
Ahmad bin Novel bin Jindan