Berkata Al Habib Abdullah bin Alawi Al Haddad dalam kitab Nasoih Ad Diniyyah prihal kewajiban berzakat:
Perihal Zakat
Ketahuilah, wahai saudara-saudara sekalian, moga-moga Allah menjadikan kami dan kamu sebagai orang-orang yang bersih suci, yang senantiasa menyebut nama Tuhan seraya bersembahyang, dan tidak pula melebihkan kehidupan dunia dari pada akhirat, yang ia tentu sekali lebih utama dan lebih kekal. Bahwasanya zakat itu adalah salah satu asas bina Islam yang lima. Allah Ta’ala telah satukan sebutan zakat dengan sebutan sembahyang di dalam kitabNya, maka berfirman Allah Maha Tinggi:
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ( البقرة : 110
“Dan dirikanlah sembahyang dan keluarkanlah zakat, dan setiap pekerjaan baik yang kamu kerjakan untuk dirimu, niscaya akan kamu dapati kembali nanti pada sisi Tuhan , sesungguhnya Tuhan melihat apa yang kamu kerjakan.” (AI-Baqarah: 110)
Allah Ta’ala telah berfirman lagi dalam mensifatkan hamba hambaNya yang Mu’minin :
الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ(3)أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا (الأنفال : 3-4
“Mereka yang mengerjakan sembahyang, dan membelanjakan setengah dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang sebenarnya beriman.” (AI-Anfal: 3-4)
FirmanNya lagi:
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ(71)(التوبة : 71
“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan, setengah mereka menjadi pemimpin kepada setengah yang lain, mereka menyuruh berbuat yang baik dan melarang berbuat yang jahat, dan mereka mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat, serta mentaati Allah dan RasulNya. Itulah orang-orang yang akan diberi rahmat oleh Tuhan, sesungguhnya Tuhan itu Maha Kuasa lagi Bijaksana.” (At-Taubah: 71)
Selain yang tersebut ada lagi ayat-ayat lain yang membicarakan tentang zakat
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pula:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر قايؤد زكات ماله
“Barang siapa yang beriman dengan Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah ia menunaikan zakat hartanya.”
Jelaslah menurut Hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ini, bahwa siapa yang tidak menunaikan zakat hartanya, tidak boleh dianggap seorang Mu’min sebenar.
Hendaklah anda ketahui juga, bahwa orang yang bersembahyang, berpuasa dan telah menunaikan hajinya, tetapi belum mengeluarkan zakat, niscaya Tuhan tidak akan menerima sembahyangnya, dan puasanya, serta hajinya sehingga ia mengeluarkan zakat. Sebab semua perkara-perkara ini adalah bertalian satu dengan yang lain. Tuhan tidak akan menerima dari hambaNya setengah ibadatnya, sehingga ia menyempurnakan kesemuanya, demikianlah sebagaimana yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Kelebihan dan keutamaan zakat
Orang yang wajib berzakat itu, apabila mengeluarkan zakatnya tentu mendapat pahala yang besar dan ganjaran yang mulia, di samping memperoleh faedah dan keuntungan dunia dan akhirat. Di dalam harta itu terdapat beberapa bahaya, fitnah dan bencana yang tidak akan terlepas dari seseorang yang berharta itu melainkan setelah ia mengeluarkan zakatnya.
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
غذا أديت زكاة مالك طيبة بها نفسك، فقد أذهبت عنك شره
“Jika anda menunaikan zakat hartamu dengan senang hati, maka sebenarnya anda telah terselamat dari bencananya.“
Demikian pula harta yang telah dizakatkan itu tidak akan ditimpa kerosakan dan kebinasaan, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
ما هلك مال في بحر ولا بر إلا بحبس الزكاة
“Tidak akan binasa harta yang di laut ataupun di darat, melainkan dengan Menahan zakatnya.”
Sabdanya lagi:
حصنوا أموالكم بالزكاة. وداووا مرضاكم بالصدقة
“Bentengi harta kamu dengan mengeluarkan zakat, dan ubati pesakit-pesakit kamu dengan mengeluarkan sedekah.”
Harta yang telah dizakatkan itu terbentang dan terpelihara dalam pemeliharaan Allah Ta’ala, kerana harta itu bersih dan telah diberkati. Manakala harta yang tidak dizakatkan itu adalah harta tersia-sia, kerana ia kotor dan tidak diberkati.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ماخلطت الزكاة مالا إلا محقته
“Tiada suatu harta yang bercampur dengan zakat (tidak dizakatkan), melainkan ia memusnahkannya.”
Apalah baiknya, dan apalah gunanya harta yang telah terangkat berkatnya, dan yang tinggal hanya bencana dan fitnah semata-mata. Sedang terhapusnya berkat dari sesuatu harta itu ada kalanya secara lahir dapat terlihat; yaitu terhapusnya gambaran harta itu, dan kembalinya manusia sesudah kaya-raya menjadi miskin dan papa kedana, hidup penuh gelisah dan keluh-kesah, merasa bosan terhadap ketentuan Allah Ta’ala. Perkara serupa ini sering menimpa ke atas banyak orang yang mengambil enteng terhadap kewajiban zakat.
Adakala pula terhapusnya berkat dari sesuatu harta itu secara batin; yaitu harta yang dikumpul itu tetap ada di tangan, semakin hari semakin bertambah, namun tuannya tidak pula memanfaatkan harta itu, sama ada pada kepentingan agamanya, seperti menginfakkannya pada sesuatu jalan kebajikan, mahupun pada kepentingan diri sendiri, seperti membelanjakannya untuk menutup hajat dan keperluan hidup sehari-hari. Sebaliknya, ada pula yang terus hidup celaka dan susah, kerana ia rasa sayang hendak mengeluarkan hak (zakat) harta itu, tetapi tidak sayang untuk mengeluarkannya pada jalan-jalan yang ditegah oleh agama, seperti membelanjakannya untuk berbuat maksiat, mudah-mudahan Allah melindungi kita dari padanya, ataupun membelanjakannya pada memburu nafsu dan syahwat kebinatangan yang tidak akan mendatangkan faedah atau hasil yang baik.
Menahan zakat berdosa besar
Adapun Menahan hak zakat dari sesuatu harta itu adalah berdosa besar. Ada banyak firman dan Hadis yang membawa ancaman dan bantahan yang keras terhadap orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat. Adalah dikhuatirkan orang yang Menahan zakat itu akan mati dalam suul-khatimah, dan meninggalkan dunia dalam keadaan menyimpang dari Agama Islam. Di antara yang Menahan zakat juga, ada yang disiksa di dunia sebelum mati, umpamanya Qarun dari kaum Bani Israil.
Firman Allah Ta’ala menceritakan tentang peribadi Qarun:
فخسفنا به وبداره الأرض (القصص : 81
“Lalu dia Kami benamkan di dalam tanah beserta rumah tangganya (harta kekayaannya).” (Al-Qashash: 81)
Ada suatu riwayat yang menggambarkan harta yang tidak dizakatkan itu sebagai seekor ular yang besar di Hari Kiamat, lalu ular itu membelit leher orang yang mempunyai harta itu.
Firman Allah Ta’ala:
سيطوقون ما بخلوا به يوم القيمة (ال عمران: 180
“Harta yang mereka kikirkan itu akan digantung di leher merekadi Hari Kiamat. “ (Ali Imran: 180)
Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مامن صاحب ذهب ولا فضة، لايؤذي منها حقها، إلا إذا كان يوم القيامة، صفحت له صفائح من نار، فأحمي عليها في نار جهنم، فيكوى بها جبينه وظهره، كلما بردت أعيدت له في يوم كان مقداره خمسين ألف سنة
“Setiap tuan punya emas dan perak yang tidak mengeluarkanhaknya (zakatnya) melainkan di Hari Kiamat kelak emas dan perakitu dibentuk menjadi papan-papan api yang dipanaskan di dalamneraka Jahannam, lalu dikelarkan kepada dahi, rusuk dan belakangnya,setiap kali papan-papan api menjadi sejuk, dipanaskan semula,setiap hari panjangnya sama dengan lima puluh ribu tahun.”
Dalam riwayat yang lain, menyebut bahwa tuan punya binatang-binatangyang tidak mengeluarkan zakatnya, kelak pada Hari Kiamatbinatang-binatang itu akan datang dalam bilangan yang lebih banyak,lalu menginjak-injak tuannya, ada yang menendang, ada yang menggigit dan ada yang menanduk.
Ibadah Zakat merupakan kewajiban yang sangat penting di dalam agama Islam. Zakat diperintahkan oleh Allah dalam firman-Nya yang berbunyi:“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apapun yang kalian kerjakan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan”. [Q.S Al Baqorah:110]. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda tentang perihal zakat didalam hadits yang sangat banyak sekali, diantaranya:
“Islam didirikan di atas lima pondasi: 1- Bersaksi tiada tuhan selain Allah dan (Nabi) Muhammad utusan Allah. 2- Mendirikan sholat. 3-Mengeluarkan zakat. 4-Haji ke Baitullah. 5-Puasa di bulan Ramadhan.”[H.R.Bukhori dan Muslim].
Dan didalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya menunaikan zakat hartanya”. [H.R.AtTabrani].
Diantara kewajiban seorang muslim yang sangat penting adalah menunaikan Zakat Fitrahnya. Karena sesungguhnya puasa di bulan Ramadhan tergantung diantara langit dan bumi, dan sungguh tidak akan terangkat melainkan dengan Zakat Fitrah; sebagaimana tersebut di dalam hadits yang bersumber dari pemimpin manusia Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Didalam hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:“Zakat Fitrah merupakan penyucian bagi orang yang berpuasa dari kekurangannya dan makanan bagi orang faqir dan miskin”.
Sebagaimana seorang muslim diwajibkan oleh Allah untuk menunaikan Zakat Fitrah, ia juga diwajibkan untuk mempelajari bagaimana cara menunaikan Zakat Fitrah yang benar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap muslim”.Karena didalam menunaikan zakat terdapat persyaratan, waktu yang tepat, tempat penyaluran, dan hukum-hukum lainnya yang sangat penting dan wajib untuk dipelajari agar kewajiban menunaikan ibadah Zakat Fitrah dapat berlangsung dengan benar dan sah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam.
WAJIBKAH SAYA BERZAKAT??
Syarat wajib berzakat fitrah ada 3 (tiga):
1- Islam
2- Menjumpai akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Dan titik temu saat-saat tersebut adalah pada saat terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga apabila seseorang meninggal setelah terbenam matahari, atau seorang bayi dilahirkan sebelum terbenam matahari maka telah wajib atas mereka Zakat Fitrah.
3- Memiliki kelebihan pada hari raya dan malamnya dari kebutuhan pokok makanan, pakaian, tempat tinggal dan pembantu (yang ia butuhkan untuk mengurus keperluan diri dan keluarga yang wajib ia nafkahi), untuk dirinya dan untuk orang-orang yang wajib ia nafkahi.
Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat diatas maka ia diwajibkan untuk menunaikan Zakat Fitrah. Walaupun dilain sisi ia seorang Mustahik (orang yang berhak menerima Zakat).
Sebagaimana ia wajib menunaikan Zakat Fitrah atas dirinya, ia juga diwajibkan menunaikan Zakat Fitrah atas orang-orang yang wajib ia nafkahi.
Adapun orang-orang yang wajib ia nafkahi adalah sebagai berikut:
1- Orang tua kandung yang faqir.
2- Isteri.
3- Anak kandung yang belum baligh dan Faqir. Atau sudah baligh tetapi faqir dan tidak mampu bekerja[1].
Peringatan:
1- Anak kandung yang sudah baligh yang tidak wajib dinafkahi oleh orang tuanya[2], maka wajib menunaikan Zakat Fitrah atas dirinya sendiri. Dan apabila orang tua atau orang lain ingin menunaikan Zakat Fitrah atas diri anak tersebut, maka harus ada tawkil atau izin dari anak tersebut dalam menunaikan zakat dan dalam niatnya[3].
2- Pembantu rumah tangga Zakat Fitrahnya atas dirinya sendiri. Dan apabila majikan atau orang lain ingin menunaikan Zakat Fitrah atas pembantu tersebut, maka harus ada tawkil atau izin sebagaimana penjelasan yang tersebut di atas.
ZAKAT FITRAH….. PAKAI APA???
Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat wajib berzakat fitrah di atas, maka yang wajib ia keluarkan adalah 3½ Liter bahan makanan pokok masing-masing daerah. Dan dalil tersebut adalah yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Ibni Umar Radhiyallahu ‘anhuma:“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah mewajibkan Zakat Fitrah dibulan Ramadhan kepada orang-orang, yaitu Sha’ (± 3½ liter) Kurma atau Sha’ (±3½ liter) Gandum atas setiap orang yang merdeka atau hamba sahaya, laki-laki atau perempuan dari kaum muslimin”.
Maka dari hadits shohih diatas tidak dibenarkan mengeluarkan Zakat Fitrah dalam bentuk uang sebagaimana yang terjadi di masyarakat kita dewasa ini.[4]
Solusi dari pada masalah diatas yang telah mengakar dimasyarakat adalah sebagi berikut:
1- Hendaknya panitia memberikan pengarahan sejak jauh hari disaat masyarakat berkumpul, seperti saat Shalat Tarawih, Jum’at dsb. Bahwa Zakat Fitrah yang dibenarkan adalah dengan bahan makanan pokok. Dan panitia pengelola tidak menerima Zakat Fitrah dengan bentuk uang. Lain halnya dengan infaq, sodaqoh dan Zakat Maal.
2- Hendaknya panitia zakat menyiapkan bahan makanan pokok (yang dalam hal ini adalah beras), sehingga setiap orang yang akan berzakat dengan uang disarankan membeli beras yang telah disediakan dengan uang yang mereka bawa untuk berzakat, kemudian berniat.
WAKTUNYA???
Zakat Fitrah wajib ditunaikan mulai dari terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan, akan tetapi Zakat Fitrah boleh ditunaikan sejak masuknya bulan Ramadhan. Dan saat yang paling tepat dan afdhol adalah antara terbit fajar hari raya sampai sholat ‘Idul Fitri. Adapun menunaikannya setelah solat ‘Idul Fitri sampai terbenam matahari hari raya hukumnya makruh. Dan apabila menunaikannya setelah terbenam matahari hari raya maka hukumnya haram, dan Zakat Fitrah tetap wajib ia tunaikan.
BUAT SIAPA???
Ketahuilah bahwa Zakat tidak boleh disalurkan melainkan kepada delapan golongan yang tersebut didalam Al Qur’an. Allah berfirman: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Ketetapan dari Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [Q.S At Taubah: 60].
1. Faqir: Adalah orang yang tidak memiliki harta atau pekerjaan sama sekali, atau memiliki harta/pekerjaan yang tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhannya.
2. Miskin: Adalah orang yang memiliki harta/pekerjaan yang hanya dapat menutupi diatas setengah dari kebutuhannya.
– adapun yang dimaksud dengan kebutuhan yang tersebut diatas adalah kebutuhan primer yang sederhana. Sehingga apabila harta/pekerjaanya tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhan primernya yang sederhana, maka ia tergolong faqir. Dan apabila dapat menutupi diatas setengah kebutuhan primernya yang sederhana maka ia tergolong miskin.
3. Amil: Adalah orang yang dilantik secara resmi oleh pemerintah untuk mengelola zakat.[5]
– Dan Amil hanya berhak menerima zakat apabila tidak mendapat gaji/upah dari pemerintah.[6] Dan yang berhak mereka terima dari zakat hanyalah sekedar upah yang wajar[7]. Adapun apabila mereka menerima gaji/upah dari pemerintah, maka mereka tidak berhak menerima zakat.
– Adapun sebagian besar panitia zakat yang ada di masjid/musholla dsb sebagaimana yang ada di masyarakat, mereka bukanlah Amil yang dimaksud oleh Syari’ah, karena mereka tidak dilantik secara resmi oleh pemerintah. Akan tetapi status mereka hanyalah wakil/perantara dari orang yang berzakat.
4. Muallaf: Seseorang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Atau seorang tokoh masyarakat yang masuk Islam yang imannya kuat yang dengan diberikan kepadanya zakat diharap keislaman orang-orang yang setaraf dengannya.
5. Fir Riqob: Budak yang mempunyai akad dengan majikannya bahwa dirinya akan merdeka apabila ia mampu melunasi kepada majikannya jumlah yang disepakatinya.
6. Ghorim: Adalah seorang yang berhutang bukan untuk ma’siat.
7. Fi Sabilillah: Orang yang berperang dijalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah.[8]
Para kiayi, ustad, guru, masjid/musholla, pesantren, madrasah dsb, mereka bukanlah yang dimaksud dengan kata “Fi Sabilillah” didalam ayat. Sehingga mereka tidak diperbolehkan menerima Zakat. Seluruh Madzhab yang empat sepakat bahwa “Fi Sabilillah” yang tersebut dalam ayat diatas adalah “Orang yang berperang di jalan Allah”. Bahkan didalam hadist yang diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan Al Hakim yang juga dishohihkan olehnya bahwa Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wa salam secara jelas menyebutkan bahwa “Fi Sabilillah” adalahorang yang berperang dijalan Allah. Beliau bersabda dalam hadits tersebut: “Aw ghozin fi sabilillah” “atau orang yang berperang dijalan Allah”.
8. Ibnu Sabil: Orang yang musafir atau orang yang untuk sampai ke tujuan.[9]
Demikianlah apa yang kami rangkum secara singkat ini. Mudah-mudahan bermanfaat dan dapat dijadikan pedoman oleh kaum muslimin khususnya panitia-panitia zakat.
Klik disini untuk lebih detail penjelasan dalam buku “Mutiara Yang Indah dalam Fiqih Zakat Fitrah”
[1] Tidak mampu bekerja karena sakit, gila, cacat mental, sibuk menuntut ilmu syariat dan harapan akan keberhasilannya besar sedang bekerja akan mengganggu kesibukan belajarnya. Maka orang tua wajib menafkahinya dan anak tersebut tidak dituntut untuk bekerja. [Lihat Hasyiah Al Baijuri ‘ala Abi Syuja’ Juz 2 Hal 273 Bab nafaqoh].
[2] Yaitu anak kandung yang baligh dan kaya, atau yang baligh lagi faqir serta mampu bekerja.
[3] Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 495.
Ihya Ulumuddin Jilid 1 Hal 251.
Dan lafadz Tawkil/ izin adalah sebagai berikut:
وَكَّلتُكَ فِي إِخْرَاجِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَنِيَّتِهَا عَنْ نَفْسِي
“Aku wakilkan engkau untuk menunaikan Zakat Fitrah dan meniatkannya atas diriku”.
[4] Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 197.
I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 197 disebutkan sebagai berikut:
“Tidak sah berzakat dengan qimah (uang) sebagai ganti dari 3½ Liter Fitrah, sebagimana yang disepakati seluruh ulama mazhab kami (Madzhab AsSyafi’I)”. bahkan hampir seluruh Madzhab sepakat bahwa zakat fitrah dengan uang sebagai ganti dari makanan pokok tidak dibenarkan. Lihat Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 430.
[5] Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 215.
Syarh Ibn Qosim Al Ghozzi ‘Ala Abi Syuja’ Jilid 1 Hal 421.
Busyral Karim Hal 463.
I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 215.
Kifayatul Akhyar Hal 194.
[6] Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 475.
Busyral Karim Hal 463.
I’anatut Tholibin Jilid 2 Hal 215.
[7] Busyral Karim Hal 466.
Mughnil Muhtaj Jilid 3 Hal 149.
[8] Al Minhaj Hal 201.
Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 219.
Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 480.
Busyral Karim Hal 464.
[9] Al Minhaj Hal 201.