Para ulama hakekat mengatakan bahwa hanya Allah swt lah adalah Dzat yang pantas untuk disembah, dan Dia adalah Dzat yang menciptakan, yang memberi rizki. Adapun Dzat Yang Menciptakan segala sesuatu dan memberi rizki adalah Allah swt semata, maka Dialah Tuhan yang pantas untuk disembah, Dia Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dalam dimensi rasional dan yuridis, merupakan sesuatu yang mustahil jika di alam semesta ini ada Tuhan lebih dari satu. Maka sudah sepantasnya bahwa tidak ada Tuhan selain Allah swt Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana. Sebagai bukti kemustahilannya bahwa ada Tuhan lebih dari satu, adalah firman Allah swt dalam al-Qur’an:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا آلِهَةٌ إِلَّا اللَّهُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Artinya: “Sekiranya di langit dan di bumi ada dua Tuhan selain Allah swt, tentulah keduanya itu telah rusak binasa, maka Maha Suci Allah Tang mempunyai Arasy dari apa yang mereka sifatkan.” (Qs. al-Anbiya` ayat: 22).
Sebagaimana firman Allah swt didalam al-Qur’an:
مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَٰهٍ ۚ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ
Artinya: “Allah swt sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan beserta-Nya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Sua Allah swt dari apa yang mereka sifatkan itu. “(Qs. al-Mukminun ayat: 91).
Siapapun yang mengaku dirinya sebagai tuhan, seperti Raja Namrud dan Fir’aun, atau apapun yang diakui oleh manusia sebagai tuhan, seperti bintang-bintang dan batu-batu, maka pada dirinya akan terlihat jelas kekurangannya, ketidakmampuannya, ketergantungannya, keterpaksaannya, dan kemakhlukan-nya, yang mengindikasikan bahwa yang mengakui itu adalah manusia mahluk biasa, atau benda-benda lain yang diakui sebagai Tuhan.
Secara terang dapat kami katakan bahwa seorang yang mengaku sebagai tuhan, maka anggapannya adalah rapuh dan ilusinya salah, karena anggapannya lahir dari kemampuan dirinya untuk melakukan salah satu, seperti yang dikisahkan oleh Allah swt tentang Ibrahim as dan Namrud, yaitu ketika Ibrahim as berkata kepada Namrud: “Tuhanku dapat menghidupkan dan dapat mematikan.” Maka Namrud berkata: “Akupun dapat menghidupkan dan mematikan.”
Dalam kajian tafsir dikatakan, untuk membuktikan argumentasinya, ia mengundang dua orang lelaki, kemudian ia membunuh lelaki yang pertama dan membiarkan hidup lelaki yang kedua. Indikasi yang sama juga terlihat dalam firman Allah swt tentang Fir’aun dalam ayat berikut:
وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الأنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلا تُبْصِرُونَ
Artinya: “Bukankah kekuasaan Mesir berada di tanganku dan sungai ini mengalir dibawahku. Tidakkah kalian melihat?” (Qs. az-Zukhruf ayat: 51).
Tidak diragukan bahwa kedua orang yang terkutuk ini mengetahui kesalahan pengakuannya, akan tetapi keduanya merasa berkuasa dan dapat berlaku sewenang-wenang, maka pengakuannya sebagai Tuhan tidak dibantah oleh siapapun, khususnya oleh orang-orang lemah. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah swt didalam al-Qur’an:
فَاسْتَخَفَّ قَوْمَهُ فَأَطَاعُوهُ إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا فَاسِقِينَ
Artinya: “Maka Fir’aun menganggap remeh kaumnya dan mereka pun mentaatinya, sesungguhnya mereka adalah orang-orang fasik.” (Qs. az-zukhruf ayat: 54).
Diberitakan dalam sebuah riwayat bahwa, ketika rakyat Mesir meminta kepada Fir’aun untuk dialirkannya sungai Nil yang ketika itu sedang kering, maka Fir’aun keluar beserta kaumnya ke tepi Sungai Nil, kemudian meminta mereka meninggalkan nya sendirian. Kemudian ia menempelkan pipinya di tanah sambil memohon kepada Allah swt dengan penuh rendah diri agar air Sungai Nil segera dialirkan.
Permohonan Fir’aun ini dikabulkan oleh Allah swt sebagai istidraj baginya, agar dosanya makin bertambah banyak. Setelah airnya mengalir, maka ia berkata: “Hanya aku yang dapat mengalirkan air sungai Nil ini.”Dan cerita ini dapat kita buktikan kebenaran dari keterangan kami di atas. Di balik kalimat ini terdapat rahasia-rahasia yang tidak pantas untuk dipaparkan di dalam kitab ini.
Ketahuilah bahwa kajian dalam pasal-pasal ini nampaknya tumpang tindih dan artinya saling mendekati. Kami sengaja tidak menyebutkan penguraian kalimat-kalimat menurut tata bahasanya, tetapi hukumnya dan keutamaannya itulah yang kami maksud, bukanlah kami bertujuan untuk membahas tentang tata bahasanya.
Sumber: Inilah Jawabku Karya Al Allamah AlHabib Abdullah bin Alawi AlHaddad