Penyakit Ketujuh: Berkata Kotor dan Mencaci
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Jauhilah kata-kata kotor. Sesungguhnya Allah Swt. tidak menyukai ucapan kotor dan kesengajaan mengucapkan kata kotor’.”
Bahkan Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam melarang para sahabatnya mencaci orang-orang musyrik yang terbunuh dalam Perang Badar. Beliau mengatakan, “Jangan kalian caci mereka karena cacian yang kalian ucapkan tidak akan sampai kepada mereka. Cacian kalian bisa saja menyakiti orang-orang yang masih hidup. Ingatlah, mencaci adalah perbuatan yang tercela.”
Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam juga bersabda, “Orang mukmin bukanlah orang yang suka mencaci, melaknat, melakukan atau mengatakan hal yang keji, maupun suka berkata kotor.”
Diriwayatkan dari Jabir bin Samurah bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam pernah bersabda. “Sesungguhnya berkata keji dan menampakkan kekejian sama sekali bukan termasuk Islam. Adapun orang yang paling baik keislamannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya.”
Ahnaf bin Qais mengatakan, “Maukah kalian kuberitahukan penyakit yang paling ganas? Yaitu lisan yang senantiasa mencaci dan akhlak yang rendah.”
Yang dimaksud dengan berkata keji (fuhsy) adalah mengungkapkan sesuatu yang dianggap kotor dengan ungkapan yang terang— benderang. Orang-orang saleh membersihkan lisan mereka dari ungkapan kotor dan menyebutnya dengan isyarat. Ibnu Abbas mengatakan, “Sesungguhnya Allah Maha Malu dan Maha Mulia. Dia suka memaafkan dan menggunakan bahasa kiasan. Dia menggunakan kata menyentuh [lams) untuk kata bersetubuh (jima’)” Maka, seyogianya seseorang menggunakan bahasa kinayah (kiasan) untuk mengungkapkan hal-hal tertentu seperti menunaikan hajat sebagai ganti buang air kecil dan buang air besar, untuk istri dikatakan yang ada di kamar atau di balik tirai atau ibunya anak-anak bukan dengan ungkapan istrimu atau saudarimu.
Al-Ala’ bin Harun mengatakan. “Umar bin Abdul Aziz sangat berhati-hati dalam berbicara. Suatu ketika ada nanah keluar dari bawah ketiaknya. Lantas kami mendatanginya untuk mengetahui apa gerangan yang akan ia katakan. “Dari mana nanah itu keluar?” la menjawab, “Dari tangan bagian dalam.” Seorang badui berkata kepada Rasulullah, “Nasihaalah aku.” Rasulullah pun mengatakan, “Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah. Jika ada orang yang mencaci sesuatu yang ada pada dirimu, janganlah engkau mencaci apa yang ada pada dirinya. Maka, bagi orang yang mencelamu keburukan, dan bagimu pahala. jangan pula engkau mencela sesuatu.”
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salampun pernah bersabda, “Mencaci orang Muslim adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah kekufuran!
Dalam hadits yang lain dinyatakan. “Terkutuklah orang yang mencaci kedua orang tuanya” Dalam redaksi yang lain, “Salah satu dosa terbesar ialah dosa orang yang memaki orang tuanya.” Beberapa sahabat bertanya, “Wahai Rasul. Bagaimana mungkin seseorang memaki orang tuanya?” Rasulullah menjawab, “la memaki orang tua seseorang, lalu tersebut membalas dengan memaki orang tuanya.”
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz