Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam” Diriwayatkat dari Barra’ bin Azib bahwa seorang badui menemui Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam dan bertanya, “Tunjukkan kepadaku suatu amal yang bisa membuatku masuk surga.” Rasulullah menjawab, “Beri makan orang yang lapar, beri minum orang yang haus, serukan kebaikan, dan cegah kemungkaran. Jika engkau tidak sanggup, tahan lidahmu kecuali untuk kebaikan.”
Abu Bakar meletakkan kerikil di dalam mulutnya untuk mencegah dirinya berbicara. Seraya menunjuk pada lisannya, ia menuturkan, “Inilah yang bisa membawaku pada kebinasaan.” Ibnu Mas’ud mengatakan, “Hanya lisan yang lebih memerlukan penjara dalam waktu lama.” Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidaklah memahami agamanya, orang yang tidak sanggup menjaga lisannya.” Yunus bin Ubaid mengatakan, “Seseorang yang senantiasa memberi perhatian yang besar pada lisan (ucapannya) niscaya engkau akan melihat kebaikan pada seluruh amal perbuatannya.” Rabi’ bin Khutsaim tidak pernah membicarakan urusan dunia selama 20 tahun. Ketika pagi tiba, ia mencatat apa yang ia bicarakan, lalu mengoreksinya pada sore hari. Mansur bin Al-Mu’tazz tidak pernah berbicara satu patah kata pun selepas waktu Isya selama 40 tahun.
Mungkin engkau bertanya, “Apa sebabnya sehingga diam memiliki keutamaan yang begitu besar?” Ketahuilah, sebabnya adalah banyaknya penyakit yang ditimbulkan oleh banyak bicara. Penyakit itu ada yang bersumber dari setan dan ada pula yang bersumber dari tabiat seseorang. Dengan diam, penyakit-penyakit itu tidak akan membebani seorang pendiam. Sementara itu, dalam diam, seseorang bisa menguatkan niat, senantiasa bersikap tenang, mempunyai waktu kosong untuk berzikir dan beribadah, dan selamat dari konsekuensi yang timbul dari ucapan, baik yang terkait dengan dunia maupun akhirat.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Siapa yang diam, ia selamat!’ Dan sungguh, demi Allah, ia pun mendapat anugerah berupa permata kebijaksanaan dan kalimat yang berbobot.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz