3. Mohon Perlindungan Kepada Allah SWT Ketika Bersenggama
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَالَ : بِسْمِ اللهِ، أللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرُ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ الشَّيْطَانُ أَبَدًا (متفق عليه
Artinya : “Nabi Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, bersabda : Jika seorang di antara kamu hendak bersebadan dengan istrinya, maka bacalah: Bismillah, Ya Allah Jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah syetan dari (anak) yang akan engkau karuniakan kepada kami. Kemudian jika ditakdirkan mendapat anak dari mereka ini, maka syetan tidak akan memudhoratkannya selamalamanya.” (HR. Bukhari – Muslim)
Dalam hadits ini Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjanjikan bahwa bila suami istri dalam bersebadan didahului dengan doa permohonan kepada Allah, agar kelak anaknya dijauhkan dari godaan syetan, maka Allah akan menjaganya. Doa sang ayah semacam ini sudah merupakan langkah awal usaha menyiapkan anak ke arah hidup shalih. Berdoa ketika bersebadan punya pengaruh ghaib terhadap ruh si anak yang akan dilahirkan. Pengaruh kesholehan orang tua akan menembus kepada anak yang akan dilahirkan. Kesholehan ayah ibu merupakan modal utama bagi anak-anak untuk menjadikan diri mereka sebagai manusia yang sholeh, Firman Allah SWT :
وَأَمَّا الْجِدَارُفَكَانَ لِغُلاَمَيْنِ يَتِيْمَيْنِ فِي الْمَدِيْنَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنزٌ لَّهُمَا وَكَانَ أَبُوْهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَن يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِ جَا كَنزَهُمَا رَحْمَةًمِّن رَّبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِيْ ذَلِكَ تَأْوِيْلُ مَالَمْ تَسْطِع عَّلَيْهِ صَبْرًا
Artinya : “Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah Aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (QS. Al Kahfi : 82)
Dalam ayat di atas, dua anak yatim yang ditolong oleh Nabi Khadir yaitu pagar temboknya yang condong hampir roboh dibetulkannya. Sedangkan Nabi Musa tidak mau membantu usaha Nabi Khadir itu sebelum ada kejelasan upah yang akan diperoleh dari perbaikan pagar tersebut. Tetapi Nabi Khadir tetap mengerjakan perbaikan pagar tembok itu tanpa memperdulikan upah. Ketika selesai bekerja, lalu Nabi Khadir menjelaskan, bahwa ayah ibu kedua yatim itu adalah orang sholeh. Dan dengan kesholehannya kedua orang tua mereka dahulu itu, maka Allah ingin menjadikan kedua anak yatim tersebut hidup dalam rahmat dan keridhaan-Nya. Bahkan diterangkan dalam tafsir bahwa kedua anak yatim tersebut adalah keturunan ketujuh dari bapak yang sholeh tersebut.
Dari kisah ini secara tersirat Allah memberikan pelajaran kepada manusia bahwa orang tua yang berbuat baik dan berlaku sholeh, jika ia meninggal dunia Allah akan tetap memberikan jejak kesholehan orang tua itu pada orang yang masih hidup. Kepada mereka ini Allah tanamkan suatu ikatan perasaan baik dengan mendiang orang tuanya, sehingga orang-orang ini mau menolong anak-anaknya yang ditinggal mati. Dengan cara inilah anak-anak yatim dari orang-orang yang sholeh dapat mengikuti jejak kesholehan orang tuanya.
Karena itu hendaklah para ibu-bapak menyadari bahwa upaya menjadikan anak-anak sebagai manusia sholeh, benarbenar terletak pada kesholehan jiwa sang ibu-bapak sendiri. Langkah-langkah kesholehan ibu-bapak sudah tentu bukanlah sekedar berupa tindakan yang bersifat formalitas misalnya : membelikan sarung dan sajadah untuk sholat atau kasetkaset pengajian dan nyanyian keagamaan, padahal orang tua sendiri acuh terhadap akhlak dan syariat Islam.
Langkah ibu-bapak yang benar-benar sholeh tercermin dalam pemilihan pasangan hidup. Jika sejak awal membentuk rumah tangga, suami dan istri bertolak dari pedoman Islam, maka merupakan bukti bahwa ayah bunda telah melaksanakan kehidupan yang sholeh. Karena itu marilah kita dalam memilih istri atau suami didasarkan pada nilai-nilai akhlak lslami. Insya Allah kita akan menjadi manusia sholeh dan memperoleh anak-anak yang sholeh pula.
Sumber : Pendididkan Anak dalam Islam – Kasyful Anwar Syarwani