Bagi mereka (orang-orang yang berpuasa) Allah SWT juga mengkhususkan keistimewaan lain, yaitu Allah SWT membuat puasa mereka sebagai benteng yang melindungi mereka dari api neraka. Selain itu puasa pun menjadi penyekat yang menjauhkan mereka dari berbagai macam gangguan nafsu selera. Mengenai itu Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah menegaskan:
اَلصِّيَامُ جُنَّةٌ حَصِيْنَةٌ مِنَ النَّارِ
“Puasa adalah benteng yang tangguh terhadap api neraka.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Baihaqi).
Kemudian Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjelaskan kepada kita (umatnya), sesungguhnya puasa yang bagaimanakah yang dapat membentengi pengamalnya dari api neraka? Beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menjelaskan:
الصيام جنّة من النار فمن أصبح صائما فلا يجهل يومئذ عليه وان امرؤ جهل عليه فلا يشتمه ولا يسبّه وليقل إنّي صائم
“Puasa adalah benteng (yang melindungi pengamalnya) dari api neraka seperti benteng yang melindungi kalian dari pertempuran (serangan musuh), selagi benteng itu tidak dibakar dengan kebohongan dan pergunjingan.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Dengan penjelasan itu seolah-olah beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam hendak mengatakan, bahwa yang dimaksud puasa dalam hal itu ialah puasanya orang yang dapat menghindari perbuatan durhaka (maksiat), baik yang berupa perbuatan maupun ucapan. Oleh karena itu beliau menekankan, agar orang yang berpuasa jangan sampai berbuat menyimpang dari jalan yang mendatangkan fadhilah. Selain itu ia pun harus dapat menjauhi perilaku yang dapat menjerumuskan dirinya ke dalam perbuatan yang rendah dan nista. Dengan demikian maka puasa yang diamalkan itu benar-benar menjadi benteng tempat berlindung. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam menyatakan:
“Puasa adalah benteng (perlindungan) dari api neraka. Orang yang pagi harinya berpuasa hendaknya tidak lupa bahwa hari itu ia berpuasa. Jika ada orang lain yang tidak tahu bahwa ia berpuasa (lalu mengganggu), janganlah ia (yang berpuasa itu) mencaci maki dan mencercanya. Hendaknya ia berkata (saja), ‘Aku berpuasa.'” (Diriwayatkan oleh An-Nasa’i).
Sumber : Terjemah Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani