Fadhilah Shalat ke-10
- Salam dari Rabbul-‘Alamin
Di dalam shalat tercakup salam dari Allah Rabbul-‘alamin, salam dari Imamul-Anbiya’ wal-Mursalin dan salam dari segenap hamba Allah yang saleh. Ibnu Masud r.a. menuturkan, “Dahulu, setiap shalat bersama Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam kami mengucapka As-salam alallahi min ‘ibadihi (salam ke hadirat Allah dari hamba-hamba-Nya), As-salamu ‘ala Fulan wa Fulan (salam kepada si Fulan dan si Fulan.” Sementara riwayat mengatakan, ada juga orang yang mengucapkan, “Salam kepada Jibril dan Mika’il. Mengetahui hai itu Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam , memberitahu kami, ‘Janganlah kalian mengucapkan salam ke hadirat Allah, karena Dialah As-Salam (Maha sejahtera).’ Ucapkanlah, At-tahiyyatu lillah wash-shalawatu wath-thayyibat. As-salamu alaika ayyuhan-Nabiyyu wa Rahmatullahi wa barakatuh. As-salamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish-shalihin.’ Jika kalian mengucapkan itu, itu berarti salam kepada semua hamba Allah di langit dan di bumi.”
Sementara itu terdapat riwayat lain yang menyebutkan sebagai berikut, “Jika kalian mengucapkan kalimat tersebut itu mencakup semua hamba Allah yang saleh di langit dan di bumi. Asyhadu an la ilaha ilallah wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuluh.” ‘(Diriwayatkan oleh Bukhari).
- Shalat Mencakup Shalawat kepada Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam
Di dalam shalat lillahi Ta’ala terdapat juga shalawat kepada Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam Shalawat kepada Nabi Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam adalah termasuk pendekatan kepada Allah yang telah disyariatkan. Mengenai itu Allah SWT telah berfirman:
ان الله وملائكته يصلون على النبي ياأيها الذين امنوا صلوا عليه وسلموا تسليما
Sungguhlah bahwa Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (melimpah-kan rahmat-Nya) kepada Nabi. Hai orang-orang beriman hendaklah kalian bersalawat (berdoa mohon limpahan rahmat Allah) untuk Nabi dan ucapkanlah salam hormat kepadanya. (QS. Al-Ahzab: 56)
Abu Masud Al-Badri r.a. menuturkan sebagai berikut, “Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam mendatangi kami pada saat kami sedang bersama Sa’ad bin ‘Ubadah (di rumahnya). Anak lelaki Sa’ad yang bernama Basyir bertanya kepada beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam , ‘Allah Azza waJalla memerintahkan kami bersalawat untuk Anda. Ya Rasulullah, bagaimanakah cara kami bersalawat untuk Anda?’ Beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam diam beberapa saat sehingga kami berharap Basyir tidak akan bertanya lagi kepada beliau. Namun kemudian beliau Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menjawab, ‘Ucapkanlah: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘al iMuhammad kama shallaita ‘ala ‘ali Ibrahim. Wabarik ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad kama barakta ‘ala ‘ali Ibrahim, innaka Hamidun Majid. Adapun salam adalah, sebagaimana kalian telah mengetahuinya, yaitu seperti di dalam tasyahud.” (Diriwayatkan oleh Muslim).
Di antara keistimewaan shalat ialah bahwa Allah SWT akan murka kepada orang yang meninggalkan shalat, di akhirat kelak. Ibnu Abbas r.a. menuturkan sebagai berikut, “Setelah mataku tak dapat melihat lagi ada orang yang mengatakan kepadaku, ‘Mata Anda akan saya obati, tetapi Anda harus meninggalkan shalat beberapa hari.’ Saya (Ibnu Abbas) menjawab, Tidak, sama sekali saya tidak akan meninggalkan shalat. Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menegaskan: Barangsiapa meninggalkan shalat ia akan bertemu dengan Allah (di akhirat kelak) dalam keadaan Allah murka kepadanya.” (Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Thabrani dengan isnad baik).
Termasuk pula keistimewaan shalat, bahwa orang yang meninggalkan-nya ia terlepas dari dzimmatulldh (lindungan keselamatan dari Allah). Abu Darda’ r.a. mengatakan, “Kekasihku (yakni Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam ) mewan-ti-wanti diriku, ‘Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan apa pun, meski lehermu akan dipenggal atau dirimu hendak dibakar. Dan jangan sekali-kali meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja. Siapa yang meninggalkannya dengan sengaja ia lepas dari dzimmatullah. Jangan pula engkau meneguk minuman keras (khamr), sebab itu adalah kunci semua kejahatan.'” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqiy).
Mu’adz bin Jabal juga menuturkan: Ada seorang datang mengha-dap Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam Ia berkata kepada beliau, “Ya Rasulullah, beritahu-lah saya perbuatan apa yang harus kulakukan agar saya dapat masuk surga.” Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam menjawab, “Janganlah Anda mempersekutukan Allah dengan apa pun meskipun engkau disiksa dan dibakar. Taat-lah kepada dua orangtuamu (ayah-ibu), meskipun engkau disuruh meninggalkan harta kekayaanmu dan apa saja yang menjadi milikmu. Janganlah engkau meninggalkan shalat dengan sengaja, sebab orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja ia lepas dari dzimmatulldh.” (Diriwayatkan oleh Thabranl).
Orang yang meninggalkan shalat, di akhirat kelak akan kehilangan cahaya terang, keputusan petunjuk dan hilang harapan keselamatan-nya. Mengenai itu ‘Abdullah bin ‘Umar r.a. menuturkan, bahwasanya Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam pada suatu hari ketika menyebut soal shalat, beliau berkata:
من حافظ عليها كانت له نورا وبرهانا ونجاة يوم القيامة ومن لم يحافظ عليها لم يكن له نور ولا برهان ولا نجاة ز وكان يوم القيامة مع قارون وفرعون وهامان وأبي بن خلف
“Barangsiapa menjaga shalatnya dengan baik pada Hari Kiamat kelak ia akan beroleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Dan barangsiapa yang tidak menjaganya dengan baik pada Hari Kiamat kelak ia tidak akan beroleh cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Ia akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Thabranl, dan Ibnu Hibban).
Jabir r.a. juga menuturkan, bahwa Rasulullah Shalallahu alaiihi waAlihi wa shohbihi wa salam telah menyatakan, “Antara seseorang dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (Yakni, orang yang meninggalkan shalat fardhu berarti ia sudah berada di ambang pintu kekufuran). (Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Nasaiy, Turmudzl, Ibnu Majah dan lain-lain dengan sedikit perbedaan lafal, tetapi bermakna sama).
Sumber : Terj. Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Karya Sayid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani