“Aku heran, karena ia mengenalku padahal aku belum pernah melihatnya sebelum ini. Aku pun bertanya, ‘Dari mana engkau tahu namaku dan nama ayahku, padahal aku belum pernah bertemu denganmu sebelum hari ini?! Uwais menjawab, Aku dikabari oleh Zat yang Mahatahu dan Maha Mengerti. Ruhku mengenal ruhmu ketika aku berbicara denganmu. Sesungguhnya orang-orang mukmin bisa saling belum pernah bertemu. Mereka bisa saling mengenal dan bercakap-cakap walaupun negeri dan rumah mereka terpisah sangat jauh.”
“Aku lalu berkata pada Uwais, ‘Ceritakanlah sebuah hadits yang kau riwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam kepadaku.’ Uwais mengatakan, ‘Demi ayah dan ibuku, aku tidak pernah bertemu dan berjumpa dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam. Namun, aku pernah melihat orang-orang yang pernah berjumpa dengan beliau, dan telah sampai kepadaku hadits dari mereka yang juga telah sampai kepadamu. Aku tidak suka menggeluti hal ini (riwayat hadits) karena aku takut disebut sebagai ahli hadits, mufti, maupun hakim. Pada diriku terdapat kesibukan pada Allah.’ Aku berkata kepada Uwais, ‘Bacakan padaku beberapa ayat dari Al-Quran. Aku ingin mendengarnya darimu. Doakan dan nasihati aku. Sesungguhnya aku sangat mencintaimu karena Allah.’ Uwais lalu berdiri dan memegang tanganku di tepi Sungai Eufrat. Kemudian ia berkata, Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari (gangguan] setan yang terkutuk.’ Kemudian ia menangis. Lalu ia berkata, Allah telah berfirman dan kebenaran adalah firman Tuhanku; pembicaran yang paling benar adalah pembicaraan-Nya; dan kalam yang paling benar adalah kalam-Nya. Tuhanku berfirman, Dan tidaklah Kami bermain-main menciptakan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya. Tidaklah Kami ciptakan keduanya meiainkan dengan haq (benar), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui (QS Al-Dukhan [44]: 38-39). Uwais melanjutkan bacaannya hingga firman Allah yang berbunyi, Sesungguhnya Dia Mahaperkasa dan Maha Penyayang” (QS Al-Dukhan [44]: 42).
“Napas Uwais lalu terengah-engah sampai-sampai aku mengiranya telah jatuh pingsan. Kemudian ia berkata, ‘Wahai putra Hayyan. Ayahmu telah meninggal dan engkau pun sudah mendekati kematian. Mungkin ke surga dan mungkin juga ke neraka. Ayahmu Adam, ibumu Hawa, Nuh, Ibrahim kekasih Allah, Musa penyeru Allah, Dawud khalifah Allah, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam utusan Tuhan semesta alam, Abu Bakar khalifah orang-orang Muslim, serta Umar bin Khaththab saudara dan kekasihku, semuanya telah meninggal.”
Kemudian aku berkata, “Duhai Umar, duhai Umar …! Semoga Allah memberkatimu. Sesungguhnya Umar belum meninggal.” Uwais mengatakan, “Sungguh, Tuhanku telah mengabarkan kepadaku berita kematiannya dan juga kematianku.” Kemudian ia menambahkan, “Aku dan engkau akan berkumpul dengan orang-orang yang sudah meninggal seakan-akan hal itu sudah terjadi.” Kemudian ia mengucapkan shalawat untuk Nabi Shallallah alaihi wa aalihi wa shahbihi wa sallam , lalu membaca doa-doa dengan suara sangat pelan.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz