Penyakit Riya pada Orang yang Mengekang Nafsu Makan
Ada dua penyakit berbahaya yang menyerang orang yang mengekang nafsu makannya.
Pertama, ia menyembunyikan nafsu makannya di depan orang, tetapi memakan apa yang tidak ia makan di depan khalayak. Menampakkan nafsu makan di depan khalayak adalah keadaannya yang sebenarnya. Adapun menyembunyikan nafsu makan dan menampakkan kebalikannya termasuk dua kekurangan yang berlipat ganda, sehingga ia berhak atas dua dosa. Puncak kearifan adalah mengekang nafsu karena Allah dan menampakkan diri seakan-akan menuruti nafsu guna menjatuhkan kedudukannya di mata manusia. Inilah perpaduan dua kejujuran. Maka, pantaslah bagi orang-orang arif untuk mendapatkan dua pahala atas kesabaran mereka.
Penyakit kedua, seseorang berhasil mengekang nafsu makannya, tetapi merasa bahagia dikenal sebagai seorang afif (berhasil mengekang nafsu). Dengan demikian, ia meninggalkan satu nafsu yang lemah, tetapi justru menuruti nafsu yang lebih tercela, yaitu nafsu terhadap kedudukan. Siapa yang meninggalkan nafsu terhadap makanan, tetapi terjatuh dalam penyakit riya, laksana orang yang lari dari kalajengking, tetapi justru bertemu dengan ular. Hanya Allah pemberi petunjuk.
Pembicaraan tentang Nafsu Berahi
Nafsu birahi diberikan kepada manusia untuk dua tujuan. Pertama, demi eksistensi manusia. Kedua, agar manusia membandingkan kenikmatan yang fana yang didapat dari hubungan suami-istri dengan kelezatan yang kekal dan abadi di akhirat.
Nafsu berahi bisa menimbulkan berbagai penyakit yang bisa merusak agama dan kehidupan dunia jika tidak dikendalikan, ditundukkan, dan dikembalikan pada keseimbangan. Nafsu berahi yang berlebihan bisa menghalangi upaya seseorang meniti jalan akhirat atau bisa menundukkan agama seseorang sehingga menggiringnya untuk melakukan perzinaan. Perumpamaan orang yang mengekang gairah berahinya sedari awal munculnya gairah tersebut seperti orang yang menarik tali-kendali tunggangannya seketika saat tunggangan itu mengarah ke suatu pintu untuk memasukinya. Adapun perumpamaan orang yang mengendalikan nafsu berahinya setelah nafsu tersebut terlanjur terjerumus seperti orang yang membiarkan tunggangannya masuk ke dalam pintu dan melewatinya, baru kemudian ia menarik ekornya ke belakang.
Jadi, seseorang dianggap berlebihan dalam menyalurkan nafsu berahi tatkala hal itu mengalahkan nalarnya. Dan hal ini termasuk tindakan yang sangat tercela. Sebaliknya, mengabaikannya atau ketidakmampuan untuk menunaikan hak seorang perempuan yang telah dinikahi juga termasuk hal yang sangat tercela. Yang terpuji hanyalah keseimbangan dan mendudukkan nafsu birahi di bawah kuasa nalar dan syariat. Bilamana nafsu berahi seseorang berlebihan, pengendalinya adalah lapar, menikah, dan banyak berzikir. Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam telah bersabda, “Wahai para pemuda. Siapa yang telah mampu memberikan nafkah, menikahlah. Jika belum mampu, hendaknya ia berpuasa karena itu bisa mengekang (nafsu)nya.
Sumber: Amal Pemusnah Kebaikan Ringkasan Bab Mukhlikat Ihya ‘Ulum al-Din karya Al Habib Umar bin Hafidz